Antara Khayalan Dan kenyataan Dalam Hidup Menuju Kehidupan
Kamis, 08 September 2011
Puisi Perpisahan dengan Sahabat
Puisi perpisahan dengan sahabat merupakan jenis puisi yang banyak diminati oleh kalangan remaja. Sahabat menjadi subjek yang cukup penting dalam kehidupan remaja, sehingga muncul beragam cara untuk mengistimewakan seseorang yang kita namakan sahabat. Cara mengistimewakan subjek istimewa tersebut salah satunya adalah dengan memberi hadiah khusus berupa puisi. Puisi merupakan rangkaian kata yang memiliki nilai kekuatan cukup besar, bahkan terkadang lebih kuat dibanding ekspresi bahasa tubuh. Momen perpisahan merupakan peristiwa mengharukan dan menyedihkan antara dua orang bernama sahabat. Kondisi sentimentil ini akan semakin lengkap jika Anda mampu menyelipkan kemasan puisi menarik untuk menambah hidupnya suasana. Puisi itu bisa langsung Anda bacakan di hadapannya diiringi dengan musik pengiring yang sesuai, atau bisa juga Anda buat rekaman khusus suara Anda membaca puisi tersebut dibarengi dengan sound track musik yang menarik. Berikan rekaman tersebut sebagai hadiah kenang-kenangan perpisahan Anda berdua. Atau jika Anda merasa sungkan harus membacanya, puisi perpisahan dengan sahabat juga bisa Anda kemas dalam bentuk video mini dengan latar-latar musik dan gambar yang menarik. Membaca dan menyaksikan video tersebut sudah pasti rekan Anda akan sangat terharu, bahkan bisa jadi berlinang air mata. Terlebih lagi jika Anda sisipkan dengan lagu khas kenangan Anda berdua. ----------------
Gurun Sendiri
Pada sebuah senja kita bertemu dengan secarik lembar ukhuwah
Dulu, dan itu saat kulihat luka menganga di pipimu
Perlahan luka itu mengering, saat kusepuh saban waktu dengan embun kata,
Sahabat, pergimu meranum luka di jiwa
Aku terhampar lagi pada gurun sendiri,
Waktu tak mampu kutanya saat ia menyeretmu jauh
Senyumku mungkin mengering tanpa wajahmu
Sahabat, sudahlah
Inilah fana, yang bersama akan pergi, yang bertemu akan berpisah
Sambutlah ini bilahan rindu,
Sungguh sepiku terlalu, tanpamu
Kamboja senja---------------- Sahabat adalah subjek istimewa yang tak akan pernah habis diukir dalam lembar-lembar puisi. Mencintai puisi sahabat adalah kecintaan Anda pada sahabat. Puisi perpisahan dengan sahabat merupakan salah satu cara Anda memonumentalkan orang yang sangat berarti dalam hidup Anda, dia lah sahabat.
Aku belum puas di sini
Bermain-main kata di senjamu,
Bukankah kita berjanji, di angin senja yang luruh
Dan hembusan kamboja mempesona
Sahabat, ada tetes luluh di jiwa
Namamu kini di bawa angin,
di gundukan basah kutemukan namamu
Label: http://kumpulan puisi mhyron
''Menjadi Tokoh Tanpa Menjadi Tokoh''
Parmin berjalan menelusuri lorong-lorong, mengibas daun di pinggir jalan. Jalan setapak berakhir di ujung jalan, dia mulai melewati pematang sawah. Padi yang baru ditanam, melambai diterpa angin, melambai pelan pada siapapun yang melewatinya. Dia meloncati kali kecil di pinggir sawah, menyeberangi sungai dengan jembatan dari kayu, setiap kaki melangkah jembatan bergoyang, membangkitkan rasa khawatir. Langkah kaki yang mantap, tak ada sesuatu yang bisa menghalangi. Berjalan terus di antara pohon-pohon Jati yang berjejer, pohon-pohon yang mulai bertumbangan, dilahap kerakusan manusia. Sejauh mata memandang, pohon Jati tinggal satu dua dalam jarak pandang saling berjauhan, mungkin dalam waktu dekat akan habis.
Kaki melangkah melanjutkan perjalanan melewati rumah-rumah penduduk yang juga saling berjauhan. Hidup di desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk keramaian. Hampir empat kilometer berjalan. Tak terasa keletihan tubuh, tak terasa kelelahan datang, tak terasa kepenatan, yang ada sebuah tanggung jawab di dada untuk mendidik generasi mendatang di desanya, generasi yang siapa tahu menentukan perubahan bangsa.
Pandangan mata menerawang, menerobos jarak yang mampu dijangkau panca indera. Dari kejauhan, bangunan Madrasah Diniyah dan Tsanawiyah yang dikelola Pesantren Al-Ihsan mulai terlihat. Perjalanan lima kilometer tidak memiliki arti, ketika tujuan hadir di depan mata. Setiap hari dia berjalan kaki menempuh jarak lima kilometer, agar bisa mengajar anak-anak di desanya.
Parmin berusaha datang pertama kali ke Madrasah, meski biasanya didahului pengelola pesantren. Dalam pandangan matanya terpampang jelas, guru harus menjadi tauladan bagi murid, termasuk datang duluan. Murid-murid di desanya tidak bersemangat belajar. Mereka kadang masuk, kadang tidak. Jumlah murid dalam kelas dalam kondisi normal sekitar 15-18 orang, satu kelas sering hanya berisi 10 orang saja, itu pun sebagian besar yang bermukim di pesantren. Pernah dia menyelidiki hal itu; ada yang membantu orang tua di ladang, ada yang ikut ibu berbelanja ke pasar yang berjarak dua puluh kilometer, ada yang membantu ayahnya memancing ikan di sungai, ada yang memang malas, tanpa ada perhatian serius dari orang tuanya.
Ini tidak menyurutkan langkah Parmin untuk tetap mengajar di Madrasah, dengan honor mengajar yang tidak seberapa jumlahnya, malah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dia bersemangat mengajar bukan melihat sisi materi yang didapatkan, tapi pengabdian hidup pada anak-anak di desanya, agar bisa menjadi anak-anak yang berpendidikan tidak seperti orang tuanya. Dia berkeyakinan, bahwa pendidikan merupakan sarana yang tepat membantu seseorang bisa mengarungi kehidupan, membentuk akhlak mulia, memperbaiki keadaan mereka di masa mendatang, sehingga dalam bertindak tidak hanya menggunakan perasaan, juga dengan pemikiran.
Guru di Madrasah berjumlah sembilan orang, setiap guru mengajar materi bermacam-macam dengan kelas berbeda. Semangat mengajar sejawatnya memang tidak seperti dirinya. Maka terkadang dia mengajar dua sampai tiga kelas berbeda dalam waktu bersamaan. Inilah yang memaksanya lebih rajin mengajar, jika tidak, akan banyak kelas kosong tanpa pengajaran. Sesuatu yang akan membahayakan kelangsungan Madarasah, dan membahayakan pendidikan murid secara keseluruhan. Hal inilah yang membuat pengelola pesantren menempatkannya sebagai guru teladan. Sebenarnya dia sering ditawari menetap di pesantren dengan dijamin kebutuhan hidupnya, dia tidak bersedia, sebab memiliki tanggung jawab berbeda di mushallah rumahnya.
Imajinasi yang terbang bebas di angkasa, mengepakkan sayap membelah awan, mengelilingi bumi secara bebas, membuat Parmin tak menyadari kehadiran murid-murid di Madrasah. Berarti pelajaran akan dimulai bersamaan dengan bel berdentang. Dia melangkah menuju ruang kelas IV Diniyah yang berada di tengah.
“Assalamu’alaikum, Anak-anak!”
“Wa’alaikum salam, Ustadz!”
Parmin muncul di depan pintu, disambut jabatan tangan murid-muridnya satu persatu, ada 11 orang yang hadir. Jabatan tangan murid dengan guru, menjadi simbol ikatan kuat antara mereka. Ikatan yang membuatnya betah mengajar dalam berbagai kondisi.
“Untuk pelajaran akhlak kali ini, kita akan membelajari bagaimana cara menghormati orang tua. Sudah siap Anak-anaaak?”
“Siaaap, Ustadz!”
“Coba kamu, Sutarji dan Sulis maju ke depan!” Dua orang murid maju ke depan.
“Yang lain perhatikan ke depan! Seandainya saya orang tua kalian berdua, apa yang dilakukan setelah pulang sekolah?”
“Langsung ke dapur, makan, Ustadz!” sahut salah seorang murid
“Huuuh! Makan saja yang di urus, nanti perut kamu meledak,” sahut yang lain.
“Ha ha ha!” Mereka tertawa, dia hanya tersenyum.
“Perhatikan kembali! Sulis dan Sutarji coba berdiri dekat pintu! Begitu pulang sekolah beri salam pada orang tua di dalam rumah! Coba beri salam.”
“Assalamu’alaikum!”
“Setelah itu cari orang tua kalian, jabat tangannya. Kalau saya orang tua kalian, coba jabat tangan saya!” Sulis dan Sutarji menjabat tangannya. “Begitulah cara menghormat pada orang tua sepulang sekolah. Mengerti Anak-anak?”
“Mengertiii!”
“Kalian berdua duduk kembali!”
“Assalamu’alaikum!” Suara seseorang dari luar kelas.
“Wa’alaikum salam. Silahkan masuk!”
“Ustadz! kelas III Tsanawiyah tidak ada gurunya,” ujar seorang murid setelah masuk ke dalam kelas.
“Tunggu sebentar, aku akan ke sana!”
“Baik, Ustadz!” Murid itu kembali ke kelasnya.
“Anak-anak, coba sekarang tulis bagaimana cara menghormati orang tua sepulang sekolah. Nanti saya nilai.”
Parmin melangkah menuju ruang kelas III Tsanawiyah, kebetulan materi yang diajarkan Bahasa Indonesia, dia mengajarkan tentang puisi. Dia mencatat puisi -hasil karya sendiri yang dicatat di buku harian- di papan tulis.
Aku bukan Aku
Aku wajah asli kebebasan
Berkehendak laksana buih di lautan
Berpikir menembus ruang waktu kehidupan
Bermain dalam pusaran
Bertindak di luar rel-rel yang ditentukan
Aku air mengalir
Memberi kehidupan sejagad raya
Memenuhi dahaga manusia
Menghijaukan bumi
Aku angin berhembus merona
Membelai manusia sengsara
Menghembuskan nafas-nafas bahagia
Menghapus duka lara
Aku manusia berusaha paripurna
Mengekspresikan diri dalam berbagai warna
Mengatur isi batok kepala
Menjelma penguasa diri
Menghidupkan hati nurani
Melahirkan bayi-bayi karsa
Memperbaiki keriput wajah dunia
“Anak-anak, tulis puisi ini! Setelah itu latihan membaca, nanti akan saya suruh satu persatu untuk membaca ke depan.”
Parmin melangkah ke luar, melanjutkan pelajaran akhlak di kelas IV Diniyah. Tugas yang tidak ringan, dijalani sepenuh hati, diserap sepenuh jiwa, dilaksanakan tanpa mengeluh.
Pukul 13.00 Parmin pulang ke rumah, sampai di rumah dua jam kemudian. Lalu melaksanakan shalat Asyar dan pergi ke ladang, menyirami ketimun yang hampir dipanen, membersihkan rumput-rumput dan menyabitnya untuk makanan kambing di kandang. Baru menjelang Magrib pulang ke rumah.
Parmin mandi, bersiap-siap mengajar mengaji. Dia mengajarkan anak-anak di surau yang tidak jauh dari rumahnya sampai Isya’. Selesai shalat Isya’ memberikan pengajian pada masyarakat desa sekitar satu jam. Baru makan malam dan bisa mengistirahatkan dirinya, ditemani seorang istri yang penuh pengertian, bersedia hidup berdua dalam segala kondisi, menerima apa adanya keberadaan suami. Bangun pagi buta, bersiap-siap mengajar di Madrasah kembali.
Begitulah kegiatan rutinnya setiap hari. Tidak terlontar dari kedua mulutnya keluhan, apalagi ratapan tak berguna, yang mendatangkan kesedihan dan mematahkan semangat di dada. Baginya kehidupan adalah kenyataan yang harus dijalani, baik pahit atau manis. Setiap warna kehidupan yang hadir akan menyimpan makna mendalam bagi diri. Pahit atau manis tergantung cara seseorang memandang kehidupan, kadang sesuatu yang pahit menjadi manis bila dipandang dengan benar, dan yang manis jadi pahit jika dipandang keliru.
Pernah suatu hari, tubuhnya panas, hampir mengurungkan niat untuk pergi mengajar. Bayangan murid yang terbengkalai, memaksanya berangkat mengajar, meski dilarang istrinya.
Penyakit ringan bukan penghalang untuk sebuah pengabdian. Keberangkatannya ke Madarasah, merupakan kemenangan batin atas kemanjaan tubuh lahiriah, yang menuntut dilayani dengan istirahat. Justru dengan berangkat mengajar, panas tubuh menjadi tak terasa. Sesampainya di Madrasah, dia merasa sehat kembali.
“Ustadz! Kenapa panjenengan betah menjalani kegiatan yang sangat padat ini?” tanya salah seorang penduduk.
“Menjalani kegiatan yang padat, bukan dilihat betah atau tidak, senang atau tidak. Bagaimana kegiatan itu dijalani lebih penting. Ketika waktu yang melingkupi kehidupan setiap hari, berhasil ditaklukkan dengan berbagai kegiatan, berarti kita memanfaatkan seluruh potensi yang dianugrahkan Allah pada kita. Anugerah berupa pikiran, hati, imajinasi, tubuh yang sehat, harus digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.”
“Imbalan pada panjenengan tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh.”
“Jika kehidupan dipandang dari hasil, akan kiamat dunia ini. Sebab hasil tidak setiap saat seiring dengan proses, ketika tidak berimbang kita akan merasa kecewa, frustasi, stres, dan pusing. Maka melakukan suatu proses yang optimal, tidak harus mengharap hasil optimal pula. Percayalah! Dengan proses optimal, kita akan menggapai makna kehidupan yang dalam. Makna kehidupan yang akan menggiring pada kebijaksanaan, kebaikan tertinggi, kebahagian sempurna. Sehingga kita bisa menangkap ikan dalam air keruh tanpa riak.”
“Apa panjenengan sudah mencapai taraf itu?”
“Belum. Saya percaya akan mencapainya suatu saat. Waktu yang akan mencatat apa yang telah kita kerjakan di dunia, tempat perhentian sesaat yang sewaktu-waktu bisa ditingkalkan.”
“Ustadz adalah tokoh yang sebenarnya, yang diimpikan kehadirannya oleh seluruh rakyat Indonesia. Panjenengan figur yang tepat menjadi tokoh tanpa menjadi tokoh, yang mampu mengerahkan segala potensi yang dimiliki demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Tanpa melihat imbalan yang diperoleh, tanpa melihat hasil yang didapat, tanpa pamrih. Seharusnya Amien Rais, Aa Gym, Ary Ginanajar, Ilham Arifin, Gus Dur, Megawati, Soetanto dan Bambang Yudhoyono, belajar pada panjenengan. Kehadiran panjenengan lebih bermakna bagi rakyat dari tokoh itu sendiri. “
“Jangan bercanda!” Parmin tersenyum tulus. Senyum yang memberi tanda agar tidak hanyut buaian pujian. Pujian adalah racun yang bisa membunuh. Dia berhati-hati terhadap racun, maka tak pernah mempedulikannya.
Parmin ada karena ingin berada. Dia menjelma dalam kenyataan sebagai sosok yang mampu mengendalikan keinginan-keinginan sesaat tubuh, mengendalikan keinginan dari keinginan, membimbing hati pada pengabdian, mendorong pikiran mencerna kehidupan, menghidupkan imajinasi demi menggapai makna terselubung kehidupan yang selalu menyimpan misteri, memanfaatkan pikiran agar bermanfaat pada orang lain.
Misteri hidup yang tak akan terungkap jika pikiran hanya mengendalikan pikiran, hati mengendalikan hati, tubuh mengendalikan tubuh, imajinasi mengendalikan imajinasi. Merangkum semua potensi dalam suatu tindakan kehidupan, yang akan membimbing tersingkapnya misteri kehidupan manusia.
Cerpen: Pacarku Sahabatku
Pada suatu hari, ketika aku duduk di bangku panjang di sudut sekolah, datang seorang cewek yang cantik, namanya Wulan. “hei.., lagi ngapain ?”, “lagi baca-baca aja” jawabku. “Rio, Wulan boleh tanya nggak ?” dia bertanya lagi padaku. “boleh, Wulan mau tanya apa ?”
“gini, tadi ada cowok yang nembak Wulan, belum Wulan jawab sih, Wulan mau minta pendapat Rio dulu”
Aku heran, kenapa Wulan minta pendapatku, padahal aku hanya sahabatnya. Aku kembali bertanya “memangnya siapa cowok itu ?”
“Rian..”, dengan wajah gembira Wulan menjawab. Tanpa pikir lagi, aku pun langsung berkata “terima aja Lan, toh dia kan ganteng, baik, dan pujaan cewek lagi”
“yang bener yo.., ia deh, Wulan terima aja”.
Akhirnya, Wulan pacaran dengan cowok itu. Semulanya aku nggak merasakan apa-apa, tapi beberapa hari kemudian, setelah Wulan pacaran dengan cowok itu, aku merasa kesepian. Rasanya aku kehilangan sesuatu, biasanya aku selalu bersama-sama dengan Wulan, tapi sekarang tidak lagi. Memang ia sih,Wulan itu seorang cewek yang cantik, manis dan selalu menjadi rebutan cowok-cowok di SMA, tapi dia adalah sahabatku yang baik yang selalu menemaniku, yang tidak memandangku dari sisi manapun.
Ketika aku berjalan menuju kekantin, terlihat sesosok Wulan bersama cowoknya sedang bermesraan. Jantungku pun langsung berdetak kencang seperti jam gadang yang terletak di Padang. Timbul rasa cemburu di hatiku, aku nggak tahu, kenapa aku bisa begini. Kemudian aku duduk di pojok kantin dengan di temani segelas air jas jus, dia pun datang dan duduk di kantin itu juga bersama cowoknya.
“ah, sialan.., jantungku berdetak kencang lagi” kataku dalam hati.
Wulan tidak menegur aku, dia hanya melihat saja, aku pun tidak menegurnya. Kemudian aku pergi dari kantin itu dengan wajah yang agak kusam, mungkin aku telah jatuh cinta dengannya sehingga aku merasakan api cemburu yang begitu besar di dadaku. Setelah itu aku nggak pernah lagi bertemu dengannya.
Dua bulan kemudian…,
Pada suatu malam, ketika aku sedang menulis cerpen, terdengar suara cewek yang memanggilku di depan rumah, “Rio.., Rio.. ?” aku langsung bergegas keluar rumah.
“lo.., kok Wulan nangis, kenapa ?” tanyaku.“Wulan sedih Rio.., cowok Wulan selingkuh” Wulan menjawab dengan nafas yang tersenggat-senggat dan memeluk tubuhku. Aku pun terkejut dan berkata “kan udah Rio bilang, Wulan nggak usah percaya sama cowok itu !”
“ia.., ia.., Wulan menyesal Rio” kata Wulan.
“udah, sekarang Wulan pulang ke rumah aja, jangan pikirkan cowok itu lagi, masih banyak kok cowok yang suka sama Wulan” kataku dengan harapan bisa mengambil hatinya.
“nggak.., Wulan mau disini aja, Wulan nggak mau pulang…, nggak mau”
Kami pun duduk di kursi panjang yang ada di depan rumahku.
“ya udah, sekarang pejamkan mata Wulan dan rasakan angin yang berhembus.” Wulan pun memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya ke pundakku, beberapa menit kemudian dia tertidur. Aku nggak bisa tidur, aku menjaganya dari malam sampai pagi, setelah Wulan bangun, aku langsung mengantar ke rumahnya.
Setelah kejadian malam itu, Wulan kembali baik denganku bahkan lebih dari biasanya. Kami selalu bersama, baik di sekolah maupun dirumah. Di saat semua kesenangan itu terjadi, orang tuaku pindah tugas ke luar negeri, aku pun terpaksa harus mengikuti orang tuaku. Aku nggak ke sekolah beberapa hari sebelum berangkat dan aku nggak memberitahu soal ini kepada Wulan. Ketika aku mau pergi, aku hanya menulis sepucuk surat kepadanya, yang aku titip kepada satpam rumahku.
Wulan pun beberapa hari ini mencariku di sekolah, dia tidak menemukan aku di sekolah, akhirnya dia pergi kerumahku.
“pak..! Rio nya ada nggak ?” tanya Wulan.
“Den Rio nya baru aja pergi neng”
“pergi kemana pak ? kok nggak bilang-bilang”
“Den Rio pindah ke luar negeri, orang tuanya pindah tugas, ini surat dari Den Rio.”
Wulan langsung membaca isi surat itu.
Salam manis,
Mungkin saat Wulan membaca surat ini, Rio udah nggak di sana lagi. Rio sekarang pindah ke luar negeri, karena orang tua Rio pindah tugas. Rio tahu, wulan pasti sedih…, tapi apa boleh buat, mungkin kita nggak di takdirkan bersama.
Sebenernya.., dari dulu Rio sudah suka sama Wulan, cuma Rio nggak punya keberanian untuk ungkapin. Rio hanya sampah, Rio bukan siapa-siapa, Rio culun, Rio kuno…
Mungkin dengan kepergian ini, Rio bisa melupakan Wulan. Mudah-mudahan Wulan bisa dapet sahabat baru yang lebih baik dari Rio…
Sahabatmu..
Setelah membaca surat tersebut, Wulan langsung bergegas berlari menuju bandara. Dia terlambat, pesawat yang di tumpangiku sudah terbang. Dia menangis dan duduk di bangku yang terletak di ruang tunggu. Seorang anak kecil pun datang dan memberikan kertas yang bertuliskan…
pergi ke taman bandara sekarang..!
Wulan langsung pergi ke taman dengan tangisannya, kemudian dia terdiam. Sebuah alunan musik yang romantis, taman yang bertaburan bunga dan lilin yang membentuk sebuah jalan terbentang di hadapan Wulan. Tangisan Wulan pun berhenti dan dia melihat sebuah tanda panah yang menuju titik tengah taman tersebut, dia pun perlahan-lahan berjalan sambil menikamati musik tersebut. Setelah tiba di tengah taman tersebut, dia nggak menemukan apa-apa.
Kemudian terdengar, “Wulan.., ini Rio persembahkan buat Wulan, jangan nangis lagi ya !” Wulan pun langsung menoleh kebelakang dan langsung memeluk aku.
“ia, sekarang Wulan nggak nangis lagi kok, tapi kalo Rio lepas pelukan ini, Wulan akan nangis lagi”
Orang tuaku nggak jadi pindah karena pemindahan tugas di batalkan. Aku sangat senang. Malam itu juga, aku menyatakan perasaanku pada Wulan dan akhirnya dia menerimaku menjadi pacarnya. Dari sini aku mendapat pelajaran bahwa, jika kita memiliki perasaan janganlah di pendam, ungkapkanlah perasaan itu walaupun pahit rasanya.
CERPEN TEMA PENDIDIKAN
Pada suatu hari hiduplah kawanan binatang , dan mereka hidup di sebuah hutan yang akan di tebang dan akanKancil dan kawan-kawan-hidup di tahun 2011 dijadikan sebuah kawasan perumahan. Berita tentang penebangan hutan itu memang membuat semua hewan yang ada di hutan itu cemas dan was-was. Mereka semua berkumpul untuk membicarakan hal itu.
Singa sang raja hutan pun berpikir terlalu berlebihan hinga tiga hari tidak tidur. Namun akhirnya raja hutan itu mendapat sebuah ide, maka di kumpulkannya lagi semua warga hutan itu. Dengan sombongnya singa itu berkata, “jika manusia datang aku akan menyerangnya dan tak akan membiarkan mereka keluar dari hutan ini hidup-hidup”. Semua hewan yang ada bersorak, mereka berpikir hutan akan aman karena ada sang raja yang melindunginya.
Namun kancil tidak berpikir demikian, kancil tahu bahwa manusia datang membawa banyak peralatan yang canggih dan berbahaya. Singa itu juga menenangkan hati rakyatnya yang tengah gundah dan ketakutan. Belum habis singa itu memberi tahu ide-idenya yang tak masuk akal, kancil segera pulang dan mencari teman-temannya.
Teman yang pertama kancil cari adalah buaya, dengan terengah-engah kancil menemui buaya yang terlihat sedang berendam di hulu sungai. Kancil langsung berteriak kepada buaya,”hai buaya, ikutlah dengan ku”. Buaya yang sedang bersantai itu langsung bergerak mendekati kancil dan bertanya, “ada apa kamu mencari aku?” Kancil itu menjawab,”kita harus menghentikan penebangan hutan ini.” Buaya tertawa melihat perkataan kancil.
Kancil langsung menjelaskan apa yang terjadi dan buaya terkejut mendengar itu. Segera buaya keluar dari danau dan pergi mencari sahabat lamanya, Anjing pak tani atau biasa mereka memanggilnya Dogi. Kebetulan Pak Tani sedang pergi ke kota untuk membeli pupuk. Jadi Dogi sendiri di rumah.
Kancil dan buaya bergantian menjelaskan apa yang akan terjadi. Dan Dogi terkejut akan hal itu. Mereka berunding dan ketiga hewan itu terlihat sangat serius. Dan hingga kancil mendapat sebuah ide. “bagaimana jika kita pergi ke kota dan mencari manusia yang cinta lingkungan?” Buaya dan Dogi setuju akan hal itu. Mereka segera keluar dari hutan dan mencari jalan yang aman, karena biasanya ada pemburu yang bisa membuat nyawa melayang.
Dan ternyata hal itu benar, mereka bertiga melihat dua orang pemburu mengendap-endap dan bersiap menembak seekor rusa yang sedan makan di padang rumptut. “ kawan-kawan, bagaimana jika kita kagetkan para pemburu itu? Ujar Dogi. Kancil dan buaya setuju. Mereka pun menggunakan strategi lama,
Dogi menjenggong sekeras mungkin, dan hal itu menarik perhatian pemburu itu. Para pemburu menghampiri dogi dan kancil segera berlari menuju pemburu itu dan menendang kedua pemburu itu. Para pemburu itu lantas jatuh tersungkur. Segera Dogi mengambil senjata milik pemburu. Setelah itu buaya dengan gagahnya menghampiri para pemburu dan membuka mulutnya besar-besar seakan akan ingin memakan para pemburu itu.
Para pemburu itu lantas bangun dan berlari ketakutan, kancil dan kawan kawan lantas tertawa terpingkal-pingkal. Mereka langsung melanjutkan perjalannya. Jalan pintas menuju kota hanya bisa di lewati dengan cara menyebrangi sebuah rawa. Kancil menghentikan langkahnya.
“kenapa kamu kancil?” buaya bertanya, kancil terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Buaya. “hai kancil, kamu kenapa?” kini dogi ikut bertanya. “aku tidak bisa berenang.” Jawab kancil. Buaya yang sudah berada di dalam rawa menyuruh kancil berdiri di atas punggungnya. Dan mereka bisa menyebrangi rawa itu bersama-sama.
Dan akhirnrya mereka sampai di ujung rawa yang berbatasan langsung dengan kota. Kebetulan ada sekumpulan para pecinta lingkungan yang menanam ratusan pohon di dekat rawa itu. Para pecinta alam itu lari berhamburan menjahui tepi rawa itu setelah melihat kancil dan kawan-kawan keluar dari rawa.
Kancil bergegas mengejar para pecinta lingkungan itu namun tak bisa, pecinta lingkungan itu pergi menggunakan mobil. Kancil kembali ke tepi rawa itu dengan wajah kecewa. Saat mereka berkumpul terdengar kabar jika besok adalah hari yang ditunggu-tunggu karena pemukiman itu mulai di kerjakan.
Setelah mendengar hal itu kancil dan kawan-kawan langsung kembali mencari para pecinta lingkungan yang lain. Namun bukannya para pecinta lingkungan yang di dapat, malah wajah ketakutan dari warga. Karena ada buaya yang berjalan di kota. Para petugas berdatangan. Namun buaya yang tak biasa dengan lingkungan yang ramai itu menjadi marah dan mulai menyerang para pertugas.
Dan di saat itu ada truk-truk besar yang mengangkut alat-alat untuk menebang hutan. Dogi lantas mengejar truk itu sambil mengongong. Sementara itu, kancil masih berupaya menenangkan buaya. Saat buaya sudah tenang, mereka berdua lantas ikut mengejar truk itu.
Para petugas itu heran melihat tingkah binatang-binatang yang sangat aneh. Petugas itu juga ikut mengejar binatang-binatang yang bertingkah aneh itu. Dan kini mereka semua telah berada di hutan para penebang hutan itu segera memasang peralatan mereka. Dan hal itu membuat para penghuni hutan ketakutan dan meminta raja hutan melindungi hutan.
Namun raja hutan yang tak lain adalah singa itu tak bisa bicara apa-apa, rakyatnya terus mendesak singa, sehingga singa kabur dan pergi begitu saja.
Petugas akhirnya mengerti maksud perginya binatang-binatang itu lari dari hutan. Dan pera pertugas memberi peringatan kepada para penebang, para penebang itu segera pergi dari hutan dan menyimpan amarah kepada hewan itu. Seorang penebang melemparkan sebuah pisau dari atas truknya dan tepat mengenai kancil.
Tubuh kancil langsung roboh dan mengeluarkan banyak darah. Petugas yang ada segera membawa kancil ke rumah sakit hewan terdekat dan juga menangkap penebang yang melempar pisau itu.
Buaya dan dogi tak bisa berbuat apa-apa. Dengan tertunduk lemas mereka kembali ke hutan. Di saat semua warga hutan berpesta karena hutan tak jadi di tebang, buaya dan dogi menangis.
Buaya lantas memberitahukan kepada warga hutan apa yang sebenarnya terjadi. Pesta itu menjadi sunyi.
Di rumah sakit hewan.
Kancil di rawat dan mendapatkan beberapa jahitan. Dokterjuga menyatakan jika terlambat sedikit saja, kancil tak bisa di tolong. Kancil berhasil di selamatkan dan di perbolehkan kembali ke hutan.
Para petugas mengantarkan kancil kehutan dan kancil mendapati tempat tinggalnya sepi dan sunyi. Kancil mulai masuk kedalam hutan, yang terdengar hanya langkah kecilnya.
Dan ketika dia sampai di dalam hutan pesta kejutan dari warga hutan itu mengejutkan kancil, dan semua yang ada berterima kasih kepada kancil atas jerih lelahnya.
Hutan itu menjadi tenang dan tentram kembali...
DIANTARA CINTA DAN SAHABAT
Cinta dan sahabat, dua hal yang tak mudah ntuk dimengerti. Kadang bisa sangat berarti, namun dalam hal itu bisa membuat luka teramat perih. Aku adalah orang yang berada di tengah-tengah cinta dan sahabat itu. Kini, aku yang begitu merindukan hadirnya seorang kekasih, dalam hangatnya persahabatanku dengan Sisil yang lebih muda satu tingkat dariku. Tiga minggu di awal semester satu...aku duduk di bangku kelas XII, seabrek kegiatan pun kulalui tanpa kuharus memikirkan cinta menurutku itu hanya membuatku lelah. Namun, pertemuan itu membuatku melupakan suatu hal, aku yang larut dalam perasaanku terhadap Alan. Aku terlalu bodoh karena terlalu jatuh hati pada orang yang salah, jatuh hati pada orang yang tak pernah menyimpan cinta padaku. Aku tak begitu saja menyalahkannya! Dia tak patut untuk disalahkan, dia hanya korban dari cintaku dan dia terlalu baik mau mengerti akan cintaku padanya. Dan terlalu naif bila kini aku harus menyesal karena mengenalnya. Karena dia aku dapat merasakan hal terindah, walaupun hanya sekejap. Aku terlalu naif hingga aku pun tidak menyadari Sisil merasakan juga perih yang kurasa. Sisil sahabatku orang yang kupercaya seutuhnya, orang yang selalu berusaha ada untukku. Kini, telah terluka karena keegoisanku. Seharusnya aku tak pernah hadir di antara Alan dan Sisil. Bila akhirnya luka ini yang kurasa. Andai saja kusadari dari awal, andai saja ku lebih mengerti mereka, andai saja aku tidak jatuh hati pada Alan, Alan dan Alan. Orang yang kucintai dan selalu ada dalam hatiku walau hati ini terasa perih, kudapat mengerti tak ada gunanya kubertahan di sisimu, karena ternyata kau lebih menginginkan Sisil mengisi hari-harimu. Aku di sini yang begitu tulus mencintaimu dan aku yang selalu berusaha ntuk mengerti dirimu kan selalu menanti dan menata hati lagi hingga bayanganmu pergi hingga tak ada lagi luka kurasa, hingga tak ada lagi kecewa yang terasa. Aku di sini kan selalu berusaha tegar menjalani hari-hariku, aku kan selalu berusaha tersenyum agar kau bisa bahagia bersama Sisil sahabatku. Walaupun dia telah merebutmu, kisahku dan dia dulu takkan pernah kulupa, dia tetap sahabatku, percayalah dengan sisa kesedihanku ini. Kumasih dapat bertahan hingga kelak kau mengerti bahwa aku memang mencintaimu. Aku memang menyayangi, tapi aku tak rela tersakiti olehmu saat ini, esok dan sampai kapanpun. Pertemuan itu berawal dari perkenalanku dengan Alan, seorang cowok yang aku kenal dari temanku, Marcell. Perkenalan yang terbilang singkat juga, aku mulai merasakan getaran cinta itu. Rasa itu mulai menerangi kembali tahta hatiku yang telah lama ditinggal pergi oleh seseorang yang pernah begitu berarti dalam hidupku dulu. Yang sampai saat ini pun aku belum bisa melupakannya. Alan yang telah hadir untuk mengisi hari-hariku pun membuatku terlelap akan rasa bahagia itu, hingga akupun tak pernah menyadari ternyata semua kebahagiaan itu palsu. Alan orang yang kucintai dengan tulus ternyata datang hanya untuk menyakiti dan menorehkan luka. Luka yang teramat dalam di hatiku. Pertemuan itu juga yang telah menghancurkan semuanya. Hidupku yang begitu indah yang begitu berwarna menjadi hancur akan hadirnya! Malam itu aku dan Alan sepakat untuk memadu kasih, merajut asa dan menggapai cita berdua. Aku belum pernah merasakan sebahagia ini, aku begitu merasa begitu beruntung bisa dicintai oleh orang yang kucintai. Hari-hari bahagia pun mulai kami lalui. Alan begitu indah di mataku yang membuatku lupa akan segalanya, bila bersamanya. Itu juga yang membuatku merelakan tahta hatiku dipenuhi oleh cintanya, namun lagi-lagi kenyataan tak selalu berjalan sesuai dengan yang kuharapkan. Minggu pertama hubungan cintaku bersama Alan mulai goyah, Alan mulai berubah dan tidak lagi Alan yang selalu tersenyum untukku. Alan tidak juga bersifat manis padaku, setiap tutur katanya yang menyejukkan hatiku kini terasa mengiris-iris hatiku. Apa yang telah kulakukan padanya hingga dia begitu tega padaku, aku begitu percaya padanya hingga aku pun terluka olehnya. Hubungan ini berakhir begitu saja, pertemuan singkat itu menjadi menyakitkan. Sahabat pun menjadi pelarian sedih dan kecewa, tapi sahabatku tega mengkhianatiku. Dia yang ternyata merebut Alan dariku, dia merenggut semua kebahagiaanku . Persahabatan yang telah bertahun-tahun kubina bersamanya pun menjadi tak berarti. Aku lelah dengan semua ini hingga aku sempat memutuskan tali persahabatan itu, egoiskah aku? Aku hanya belum bisa berpikir jernh saat itu, aku merasa semakin tolol, seharusnya kubisa merelakan Alan dan Sisil untuk bersama. Karena mungkin kebahagiaan Alan hanya ada pada Sisil! Aku belum siap kehilangan kebahagiaan itu, aku masih ingin disayangi walau semua itu hanya kebohongan. Aku tak mau merasakan sakit hati ini lagi. Akankah sakit ini akan terganti saat ku melihat kebahagiaan orang yang kucintai dan Sisil sahabatku. Kini dalam setiap hari-hari sepiku, dalam kesendirianku, aku hanya bisa berharap aku kan memiliki kekasihku lagi, memiliki dia yang telah pergi, karena aku kan selalu mencintainya. Aku kan selalu mengenangnya di dalam hatiku,karena dia telah datang dan pergi dengan menghiasi setiap sudut didalam hatiku dengan cintanya yang sesaat, dan Sisil sahabatku buatlah cintaku bahagia karena kalian begitu berarti untukku...***
" D O A"
" Puisi ini kupersembahkan buat kawan-kawan
yang hidup dengan penuh perjuangan tuk mencapai seuntai kata
keberhasilan dan kesuksesan "
Tuhan...!!!
Dalam lamunan Jiwaku
Aku alunkan asmamu
Biarpun seribu derita
sejuta bahagia
Tak jua kuhentikan ucap asmamu
Penuh harap dan kesungguhan
Sinarmu sungguh suci
Tuangkan kelip diawan
Yang kelam sunyi
Tuhan...!!!
JIwa hilang remuk dalam amukanmu
Jiwa teguh tentram
Dalam lindunganmu
TUhan...!!!
Aku mengembara dinegeri orang
Tanpa seorang teman
Hanya kau yang temani dan lindungiku
Tuhan...!!!
Terima kasih atas segalah karuniamu
Hanya dipintumu aku mengetuk
Aku tak dapat berpaling darimu
Karena engkau penciptaku...!!!
Label: http://kumpulan puisi mhyron
Kenangan Terindah
Kau datang secepat kilat menyala
Kau pergi seperti bayangan yang lenyap
Meninggalkan sejuta kesan dan pesan
Menggugah rasa terdalam
Senyummu mampu menghangatkanku
Tatapanmu Menggetarkan jiwaku
Kebaikanmu menghayutkan keresahanku
Dirimu memberikan sesuatu yang berbeda
Untuk mengubah segalanya...!!!
Shobat...!!!
Pesona dan auramu
Mengingatkanku akan sesuatu
Memberikan kebahagian yang baru
Suatu suka cita yang teramat dalam
Yang tergores didalam sukma
Terkenang sepanjang masa...!!!!
Shobat...!!!
Jika kelak kau kan kembali
Luangkanlah Waktumu walau sejenak
Untuk bisa bersama denganku
Dan izinkanlah Bukti dan Taatku
Melebur bersama senyummu...!!!
Label: http://kumpulan puisi mhyron