Kendati
memiliki segudang kesalahan, tak semua orang mampu meminta maaf dengan dengan
rendah hati. Sebaiknya, cukup banyak orang yang hanya sekedar mengatakan
“kumaafkan”. Tapi tak ikhlas melakukannya.
Ya,
ajaran agar kita mudah memberikan maaf atau tak segan untuk meminta maaf,
ternyata tak mudah untuk menerapkannya dalam kehidupan. Apalagi jika kita
merasa bahwa orang tersebut memiliki salah yang lebih besar dari kita.
Seperti cerita Corel yang sedang perang dingin dengan sahabatnya.
“gengsi dong kalau gue duluan yang minta maaf, sebab waktu itu dia duluan yang
memulai”.
Masalahnya
berawal ketika Sinyo, sahabatnya sedang ada problem dengan teman dekatnya, ia
bermaksud curhat pada Corel. Eh Corel malah marah-marah nggak karuan. “Saya
nggak punya waktu untuk urusan problemmu,” katanya. Sejak saat itulah Corel dan
Sinyo tidak bertegur sapa. Mereka enggan untuk saling memaafkan.
Memaafkan
merupakan bentuk dari keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Memaafkan merupakan proses pembersihan diri dari beragam persoalan yang sudah
saatnya untuk ditinggalkan. Baik persoalan yang sudah dianggap selesai maupun
persoalan yang masih dalam proses.
Pada
umumnya, orang mempunyai kapasitas terbatas dalam menyimpan persoalan. Dengan
memaafkan terjadi pembongkaran “Stok” masalah. Sehingga tekanan jiwa juga bisa
lebih diringankan.
Menurut
hemat saya, kebahagiaan dalam hidup hanya dimiliki oleh orang-orang yang mudah
memaafkan biasanya akan memudahkan menimbulkan friksi emosional, pembatasan
diri dalam berhubungan dengan orang lain dan tidak jarang menimbulkan depresi.
Dengan
memaafkan, penyelesaian masalah bisa sejalan bisa juga tidak berkaitan satu
sama lain. Artinya adakalanya kita perlu memaafkan meskipun persoalannya sedang
dalam proses penyelesaian.
Pada
umumnya orang baru bisa memaafkan bila persoalan telah dianggap selesai.
Padahal, konotasi selesai atau tidaknya masalah bersifat relatif karena akan
sangat bergantung pada subyektifitas masing-masing. Memang diperlukan kebesaran
jjiwa untuk memaafkan orang lain. Dan bila itu terlaksana alangkah indahnya
kata-kata maaf yang terlahir dari ketulusan hati.
Memang
pada awalnya sulit untuk memulainya sebab segalah sesuatunya akan lebih nyaman
bila dikomunikasikan secara verbal.
Sahabat kita bukan peramal. Dia tidak bisa mengetahui isi hati kita yang
sesungguhnya. Meski perilaku sudah menunjukkan/mencerminkan permintaan maaf,
kalau sahabat kita tidak tahu, tetap saja buntu, sahabat kita mengira kita
tidak berubah.
Nah,
teman-teman pasti bisa memaafkan orang lain yang jelas-jelas pernah menyakiti
kita. Tentu tak harus menunggu lebaran tiba. Ayo mulai sekarang juga. Alangkah
indahnya kata maaf itu, sobat.
posted by Mhyron Thapshec at
03.30
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home